Banyuwangi, - Permasalahan Izin usaha pertambangan mineral bukan logam komoditas batuan/Pasir, tengah menjadi polemik dalam beberapa minggu terakhir di Kabupaten Banyuwangi.
Polemik semakin melebar, ketika muncul istilah diskresi yang nyatanya adalah tolerasi. Toleransi diberikan karena telah melalui pertimbangan tim terpadu Pemkab Banyuwangi, kepada beberapa orang pengusaha tambang yang telah melakukan proses perijinan namun belum tuntas, sehingga dapat melakukan aktifitas penambangan sampai batas waktu yang telah ditentukan oleh tim terpadu, untuk menuntaskan perijinannya.
Hingga terjadi peristiwa, seorang jurnalis Banyuwangi, berinisial AR dari media Radar Investigasii saat melakukan tugas peliputan pada lokasi pertambangan di Kecamatan Kalipuro, menjadi korban tindakan kekerasan fisik dari para penjaganya. Peristiwa tersebut semakin menjadikan polemik pertambangan seakan tidak bisa berhenti.
Atas semua itu, Irfan Hidayat, selaku ketua FRB (Forum Rogojampi Bersatu) menyatakan mengecam segala bentuk tindakan kekerasan fisik yang menimpa jurnalis, sekaligus menyampaikan rasa keprihatinan, salah satunya disebabkan karena kurang optimalnya fungsi legislatif (DPRD) dalam penanganan persoalan pertambangan.
"Selama ini tidak muncul peran legislatif, dimana fungsi pengawasan tidak dilakukan secara optimal. Yang pasti legislatif harusnya peka dan hadir disaat timbul permasalahan di masyarakat. Legislatif harusnya bersifat proaktif, setidak-tidaknya bagaimana persoalan pertambangan ini tidak terus berkembang, "ujar Irfan, kepada awak media, Sabtu (7/1/2023).
Menurut Irfan, masyarakat juga yang akhirnya dirugikan, baik dari pihak pekerja tambang, pemilik angkutan bahkan proses pembangunan pasti terkendala. Sebaliknya, kebijakan pemda harusnya tidak boleh melanggar peraturan perundang-undangan diatasnya, agar tidak terjadi polemik. Bila pertambangan ada 'pembiaran' beroperasi tanpa mengacu regulasi peraturan, dampaknya akan terjadi kerusakan lingkungan.
"Mereka (legislatif) sebenarnya sejak lama mengetahui persoalan tambang, namun tidak masuk dan hadir dalam polemik tersebut. Jangan hanya sebagai penonton dan tidak mengambil tindakan, yang dalam ini sifatnya administratif, "jelas Irfan.
Lanjut Irfan, pengawasan menjadi salah satu fungsi utama dari legislatif, hingga punya kewenangan memanggil eksekutif dan pihak terkait, dan memfasilitasi untuk mencari solusi terbaik.
"Jika memang diskresi, bagaimana upayanya agar produk itu bisa di wujudkan. Kemarin ada persoalan, namun tidak ada keterlibatan legislatif, sampai muncul istilah diskresi, pada akhirnya dikejar malah "lempar tangan". Seharusnya ketika ada tim terpadu, merekalah yang harus tanggung jawab semua, "terang Irfan.
Irfan menambahkan, pentingnya pihak ESDM untuk hadir, guna memberikan penjelasan, pemahaman serta pandangan pada masyarakat yang ingin bekerja di pertambangan, agar diawal bisa memberikan pertimbangan, yang nantinya bisa dikeluarkan ijinnya sesuai peraturan perundangan yang ada. (Team)